Rabu, 06 Juni 2012

RPP

RPP Mengintifikasi Unsur- Unsur Intrinsik dan EkstrinsikSuatu Cerita yang Disampaikan Secara Langsung 

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 

SEKOLAH : SMA Kartika Kendari 
MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia 
KELAS : X 
SEMESTER : 1
 ALOKASI WAKTU : 2 x 45 Menit

A. STANDAR KOMPETENSI
 Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung.

B. KOMPETENSI DASAR 
Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/rekaman. 

C.INDIKATOR 
1. Kognitif 
    a. Proses 
       - Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
    b. Produk 
      - Menentukan unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen 
      - Menjelaskan maksud unsur intrinsik cerpen 
2. Psikomotor 
    -Menyampaikan unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan di dalam cerpen 
    - Menanggapi penjelasan tentang unsur-unsur yang ditemukan oleh teman.
3.  Afektif 
   a. Karakter
      - Kerja sama 
      - Teliti 
      - Tanggap
   b. Keterampilan sosial
      - Menyampaikan hasil diskusi dengan baik dan benar 
      - Membantu teman yang mengalami kesulitan. 
D.TUJUAN PEMBELAJARAN 
1. Kognitif
   a. Proses 
      -Setelah membaca cerpen yang disajikan, siswa diharapkan mampu menemukan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen 
   b. Produk Setelah membaca dan membahas hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa diharapkan mampu menuliskan kembali unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan. 
2. Psikomotor
        Secara berkelompok siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik cerpen yang disediakan dalam LKS 1: psikomotor.
3. Afektif 
    a.  Karakter
        -Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperhatikan kemajuan dalam perilaku seperti kerja sama, teliti dan tanggap.
    b. Keterampilan sosial 
       -Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam kerampilan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa yang baik dan benar, bekerja sama dalam kelompoknya, dan membantu teman yang mengalami kesulitan. 

E. MATERI PEMBELAJARAN 
    -Teks cerita pendek 

F. MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN 
    1.Model pembelajaran : pembelajaran langsung (eksplisit) 
    2. Metode pembelajaran Diskusi Unjuk kerja Penugasan 

G. BAHAN
    -Cerita Pendek

H. ALAT
    - Lembar kerja 
    -Spidol

I.  SKENARIO PEMBELAJARAN
NoKegiatan
A1Kegiatan awal (10 menit)
1.  Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan keadaan siswa yang tidak hadir.
 2. Guru memberi motivasi kepada siswa.
 3.  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
 4. Guru melakukan apersepsi dengan bertanya mengenai pengetahuan siswa tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra
B1Kegiatan inti (25 menit)
 1. Siswa membentuk kelompok antara 4-5 orang per kelompok.
 2.  Guru memberi penjelasan tentang kinerja yang akan dilakukan siswa pada saat menyimak cerita yang akan disampaikan.
 3. Siswa mendengarkan/menyimak cerita pendek yang sudah disediakan oleh guru, yang akan dibacakan oleh teman secara bergantian.
 4.  Secara berkelompok siswa berdiskusi mengenai unsur intrinsik di dalam cerpen kemudian mengidentifikasi dan menuliskan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen.
 5.  Setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk menyampaikan secara lisan hasil diskusi secara runtut dan jelas di depan kelas.
 6. Siswa bertanya jawab/menanggapi informasi yang didengar/disimak dengan bahasa dan alasan yang rasional dan logis. 
C1Kegiatan akhir (10 menit)
 1. Guru dan siswa melakukan refleksi tentang pembelajaran hari ini.
 2. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini.
 3. Guru memberi tugas kepada siswa kemudian pembelajaran ditutup dengan salam.

J. SUMBER PEMBELAJARAN
   -Buku: Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas X Materi esensial Bahasa Indonesia Silabus.

K.EVALUASI DAN PENILAIAN
    - Tugas Individu: Menggunakan LKS
    - Jenis Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1 
    - Bentuk Instrumen Penilaian: Uraian Bebas Jawaban Singkat  

L.  LEMBAR KERJA SISWA (LKS)
     BAHASA INDONESIA SMA KELAS X SEMESTER 1     
  -Standar Kompetensi Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. 
 Oleh: 
      Media Pembelajaran: Cerpen Aku bagaikan manusia yang terhina. Rasanya kehadiranku tak pernah diharapkan siapapun, bahkan oleh kedua orang tuaku. Aku lahir dari sebuah keluarga yang hidupnya sangat memprihatinkan. Teramat sangat, karena kedua orang tuaku hidup dengan tidak layak ditambah lagi dengan pendidikan rendah dan sikap yang kolot. Hidup dengan kekurangan disana-sini menjadikan ibu dan bapak sebagai orang tua yang haus akan materi. Namun parahnya tiada upaya, hanya impian meninggi namun sangat tipis usaha untuk menggapainya. Jangan tanyakan di mana keluarga kami yang lain. Karena keadaannya sama saja. Entah mengapa aku lahir di tengah-tengah kelurga bobrok ini, bahkan aku menyebutnya keluarga terkutuk.
     Pada dasarnya orangtuaku mengharapkan anak mereka yang lahir adalah lelaki, karena mereka berharap kami akan membantu perekonomian keluarga. Namun, anak pertama terlahir sebagai perempuan, berlanjut terus tanpa henti hingga aku terlahir sebagai perempuan di urutan ke delapan. Hah…tidak usah heran, karena mereka pun tak pernah lelah mengharapkan impian bodoh mereka itu. Kedengarannya kasar sekali aku mengecam orang tua dan keluargaku sendiri. Namun, itulah kerasnya kehidupan, kadang kita akan terseret ke dalam arus disekelilingnya. Aku muak!! Aku tak ingin terus-terusan hidup luntang – lantung dalam kehidupan menyebalkan seperti ini. Apalagi setelah kelahiranku beberapa tahu lalu bapak pergi entah ke mana. Ia mungkin tak sanggup lagi memikul tanggung jawab untuk menafkahi sembilan orang perempuan yang hanya menyusahkan kehidupannya. Aku tahu di luar sana ia pasti berteriak lega. Hingga sudah bisa ditebak aku tak pernah tahu bagaimana rupa bapakku itu. 
     Malam ini ku pilih sebagai malam yang tepat untuk mengakhiri bebanku selama ini. Apakah aku akan bunuh diri? Owh, tidak!! Aku tidak sebodoh itu. Aku hanya ingin memulai kehidupan baruku. Yaa, sama seperti bapak yang lari meninggalkan kami. Toh aku juga tidak akan dicari oleh mereka. Malah sangat pasti mereka akan senang, karena tanggungan mereka berkurang satu lagi. Hari-hariku berjalan dan berlanjut apa adanya. Awalnya sulit karena aku harus hidup sendiri tanpa ada yang perduli dengan diriku. Terkadang aku berpikir untuk mencari bapak. Ibu pernah bercerita, bahwa bapak mempunyai tanda yang bisa aku kenali. Yaitu ia mempunya tanda lahir berbentuk bulan sabit berwarna hitam legam di punggung sebelah kanan. 
    Tanda yang langka, sehingga mudah untuk dikenali. Namun, apakah mungkin aku memeriksa punggung setiap laki-laki? Hah, mustahil. Sudahlah aku pun melenyapkan keinginan gila itu. Lagipula jika aku bertemu dengannya, aku mau apa darinya? Aku sudah teramat benci terhadapnya. Lelaki tak bertanggung jawab.!! Mungkin itulah awal dari kebencian ku yang teramat sangat terhadap lelaki. Apalagi aku terbiasa hidup di lingkungan perempuan yang mandiri tanpa lelaki. Ibu pun seolah mengajarkan untuk benci terhadap lelaki. Akhirnya ini juga yang membawaku ke dalam lembah kesalahan. Semua orang tahu bahwa hidup di jalan bukanlah hal mudah. Sangat banyak godaan yang menyesatkan. Dan aku pun tak bisa menghindarinya. Dan yang membuat aku bertahan dengan semua itu karena aku menikmatinya. Aku tak punya keahlian apa-apa. Yakh, terpaksa untuk membiayai hidup aku pun bekerja menjual diri. Mungkin bagi orang, perjalanan ini sudah biasa. Sudah tak sedih lagi. Sudah bassiiii….!!! Tapi itu tanggapan orang yang hanya mendengarnya, tapi bagiku yang merasakannya, ini sangat sakit. Saakiiit…. dan pedih…! Namun hal itu tak membuatku sedikit bersimpati terhadap pria. Jangan pikir aku akan menyerahkan tubuh ini pada pria-pria di luar sana yang nakal. Hah,,,tidak!! Tidak akan pernah.!! Lalu,, pada siapa?? Yakh, tentu saja terhadap sesama jenisku: perempuan. Hufft….aku merapikan pakaianku dan bergegas meninggalkan hotel. Siang itu aku baru saja “melayani” pelanggan setiaku. Pelangganku memang terbilang sedikit, karena memang susah untuk mencari yang seperti kami. Mungkin banyak, tetapi banyak yang tidak mau mengakui bahwa mereka adalah kaum lesbi. Namun, biarlah dengan begitu sainganku tidak terlalu banyak, dan tentu saja bayaranku akan tinggi. Seiring bertambahnya usia, pelangganku semakin berkurang.
    Apalagi usia yang semakin menua membuat parasku tak secantik dulu. Tenagaku pun tak sehebat dulu lagi. Sehingga banyak pelangganku yang kabur. Aku pun mulai berpikir untuk mencoba “menjualnya” kepada lelaki. Aku yakin pelanggan lelaki lebih banyak dan lebih mudah didapat. Lagipula tubuhku pun masih belum terlalu jelek bagi para lelaki. Awalnya aku berat, sangat berat. Aku tak pernah membayangkan akan melakukannya dengan lelaki. Karena terus terang rasa benci yang tertanam sejak kecil, belum bisa aku lenyapkan. Tapi kehidupan yang menuntunku.  Malam ini, aku pun mendapatkan pelanggan pria pertama ku. 
     Aku sama sekali tak merasakan apapun terhadap pria ini. Seorang pria paruh baya, yang dalam pikiranku sungguh tidak tahu diri. Seharusnya ia insaf, karena melihat tampangnya ia tak akan berumur panjang lagi. Tapi,,, sudahlah. Yang terpenting aku mendapatkan uang. Kami pun memulainya. Aku sungguh baru pertama melakukan ini dengan pria, setelah puluhan tahun aku bergelut dalam dunia hitam ini dan melakukannya dengan wanita. Aku merasakan hal aneh. Entah, apa namanya. Aku merasakan kesedihan yang mendalam. Ketika ia mulai menjelajahi tubuhku, hingga melucuti satu-persatu pakaian yang melekat ditubuhku. Namun, ditengah “permainan hot” kami itu, aku tersentak kaget. Aku kemudian segera memakai pakaianku. Aku tak peduli ketika pria itu terus memanggilku. Aku menghempaskan tubuhnya yang masih berusaha untuk memaksa aku kembali melanjutkan hubungan tadi. “ Kita belum selesai nona!! Jadi kamu tidak akan bisa lari dariku”. Huh…aku tidak peduli. Aku menhempaskan tubuhnya. Kutatap lekat-lekat wajahnya. Wajah itu seperti tak asing bagiku. Bahkan aku segera merasakan perasaan benci yang memuncak terhadap semua lelaki. Aku berlari terus berlari. Tiba-tiba saja rasa penasaran tentang sosok selama ini yang aku cari-cari hilang sudah. Karena baru saja aku melihat sebuah tanda bulan sabit berwarna hitam legam di punggung sebelah kanan. SELESAI 
LKS 1: LEMBAR KERJA SISWA 
Bahasa Indonesia
 Nama……………………. Kelompok……………… Tanggal………………. 
Kegiatan 1 
    Bacalah cerita pendek yang telah disediakan. Setelah membaca, kerjakan langkah-langkah berikut: 
 Tentukanlah unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen tersebut! ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. 
 LKS 2: LEMBAR KERJA SISWA Bahasa Indonesia 
Nama……………………. Kelompok……………… Tanggal………………. 
Kegiatan 2 
    Carilah sebuah Cerpen. Lalu bacalah. Setelah membaca, kerjakan langkah-langkah berikut: 
Tentukanlah unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen tersebut! ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. 
LEMBAR PEGANGAN GURU (LPG)
 BAHASA INDONESIA
 SMA KELAS X 
SEMESTER 1 
 Standar Kompetensi Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. Oleh:   Unsur Intrinsik Karya Sastra adalah unsur-unsur yang secara organik membangun sebuah karya sastra dari dalam
 Contoh
 unsur intrinsik
 (1) tokoh 
(2) alur
 (3) latar,
 (4) judul 
(5) sudut pandang
 (6) gaya dan nada 

 Secara umum unsur-unsur intrinsik karya sastra prosa adalah: 
1. Tokoh /karakter
 2. Alur / plot
 3. latar/ setting
 4. sudut pandang (point of view)
 5. tema
 6. amanat 

     Karakter adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian peristiwa-peristiwa yang digambarkan di dalam plot. 
      Plot adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungan dengan hukum sebab-akibat.  Latar adalah latar peristiwa yang menyangkut tempat, ruang, dan waktu. 
    Tema adalah gagasan pokok yang terkandung dalam drama yang  berhubungan dengan arti (mearning atau dulce) drama itu; bersifat lugas, objektif, dan khusus. 
    Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca yang berhubungan dengan makna (significance atau utile) drama itu; bersifat kias, subjektif, dan umum. 

PEMBEDAAN TOKOH
 A. Dilihat dari segi peranan/ tingkat pentingnya/ keterlibatan dalam cerita 
1. tokoh utama (main/ central character) yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya 
2. tokoh tambahan (peripheral character) yaitu penceritaan relatif pendek (tidak mendominasi) 
 B. Dilihat dari fungsi penampilan tokoh
 1. Protagonis memberikan simpati, empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian disebut tokoh protagonis.
 2. Antagonis - tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik - beroposisi dengan tokoh protagonis - Peran antagonis dibedakan menjadi dua, yaitu: 
1. tokoh antagonis 
2. kekuatan antagonis (tak disebabkan oleh seorang tokoh) 
 Contoh:
 bencana alam, kecelakaan, nilai-nilai sosial, lingkungan alam, nilai moral, kekuasaan dan 
kekuatan yang lebih tinggi, dan sebagainya. 
 C. Berdasarkan Perwatakannya 
1. Tokoh Sederhana/ Simple/ Flat Tokoh yang hanya mempunyai satu kualitas pribadi (datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu). Biasanya dapat dirumuskan dengan satu kalimat 
2. Tokoh Bulat/ Complex/ Round Diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati dirinya. Bertentangan, sulit diduga, dan mempunyai unsur surprise. Keduanya tidak bersifat bertentangan, hanya merupakan gradasi saja. 
 D. Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh 
• Tokoh Statis adalah tokoh tak berkembang yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi. 
• Tokoh Berkembang 
• mengalami perkembangan perwatakan dalam penokohan yang bersifat statis biasanya dikenal tokoh hitam dan tokoh putih 
 E. Berdasarkan Kemungkinan Pencerminan Tokoh terhadap Manusia dari Kehidupan Nyata
 • Tokoh Tipikal pada hakekatnya dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, tafsiran pengarang terhadap tokoh manusia di dunia nyata. 
Contoh
 guru, pejuang, dan lain-lain.
 • Tokoh Netral tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner 

 LEMBAR PENILAIAN (LP) BAHASA INDONESIA
 SMA KELAS X 
SEMESTER 1
 Standar Kompetensi Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. 

 LP 1 : KOGNITIF PROSES
 Pedoman Penskoran LKS 1 No Komponen Deskriptor Skor 1 2 3 1 Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen Siswa mampu Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
 Keterangan: 
 (1) sangat tepat 
 (2) tepat 
 (3) tidak tepat 
     
          Cara Pemberian Nilai Rumus: Nilai=(Skor Perolehan Siswa)/(Skor Maksimun) x 100  


 LP 2 : KOGNITIF PRODUK
No
Komponen

Deskriptor
skor
1
Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen

Siswa mampu Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
 1
2
3

Keterangan:
 (1) sangat tepat 
 (2) tepat 
 (3) tidak tepat
        Cara Pemberian Nilai Rumus: (Skor Perolehan Siswa)/(Skor Maksimun) x 100  

 LP 3 : PSIKOMOTOR
    Pedoman Penskoran LKS 2 No Komponen Deskriptor Skor Catatan 1 Mampu membacakan hasil identifikasi unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen, dengan kriteria: Suara Lafal Intonasi Sangat jelas Kurang jelas Tidak jelas Sangat jelas Kurang jelas Tidak jelas Sangat jelas Kurang jelas Tidak jelas 3 2 1 3 2 1 3 2 1 2 Menanggapi hasil identifikasi yang disampaikan teman Siswa mampu menanggapi hasil identifikasi unsur intrinsic cerpen yang disampaikan teman 1 2 3

 Keterangan:
 (1) sangat tepat
 (2) tepat
 (3) tidak tepat 
  
 Cara Pemberian Nilai Rumus: (Skor Perolehan Siswa)/(Skor Maksimun) x 100


NoTanggung JawabDisiplinKetekunanKreatifKritis
1
1 2 3 4
1 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
21 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
31 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
51 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
61 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
71 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
81 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
91 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
101 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
111 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
121 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
131 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
141 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
151 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
161 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
171 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
181 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
191 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
201 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
211 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
221 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
231 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
241 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
251 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
261 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
271 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
281 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
291 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
301 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
311 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
321 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
331 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
341 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
351 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
361 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
371 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
381 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
391 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
401 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4

Keterangan
 4 = sangat baik
 2 = kurang baik 
 3 = baik 
 1 = tidak baik


NoInisiatifBerbahasa Santun dan KomunikatifPartisipasi
1
1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4
21 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
31 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
51 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
61 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
71 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
81 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
91 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
101 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
111 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
121 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
131 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
141 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
151 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
161 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
171 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
181 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
191 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
201 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
211 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
221 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
231 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
241 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
251 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Keterangan 
 4 = sangat baik 
 2 = kurang baik 
 3 = baik 
 1 = tidak baik

Cerita Sang Tokoh


Abu Sufyan bin Haris

..............bdurrahman bin Sabit meriwayatkan, bahawa Sufyan bin Haris adalah saudara sesusuan Rasulullah SAW dari seorang wanita yang sama iaitu Halimah As-Sa’diyah. Di samping itu dia pun sudah sangat biasa bergaul dengan Rasulullah SAW kerana dia memang sebaya dengan baginda.     Ketika baginda diutus oleh Allah SWT sebagai Rasul-Nya, maka Abu Sufyan pun memusuhinya dengan permusuhan yang tidak pernah dilakukan oleh seseorang terhadap diri baginda. Dia menyerang Rasulullah SAW begitu juga dengan sahabat-sahabatnya. Bahkan selama dua puluh tahun dia menjadi musuh Rasulullah SAW saling serang menyerang dengan kaum Muslimin.    Dalam setiap kali peperangan yang dilakukan oleh orang kafir Quraisy dengan kaum Muslimin, Abu Sufyan bin Haris tidak pernah ketinggalan, sehingga akhirnya Allah SWT berkenan memasukkan sinar Islam dalam lubuk hatinya. Abu Sufyan bin Haris berkata: “Siapakah yang akan menjadi temanku, sedangkan kehadiran Islam semakin hari semakin kukuh?” Selepas itu ia menemui isteri dan anak-anaknya, lalu ia berkata: “Wahai isteri dan anak-anakku, bersiap-siaplah untuk keluar, kerana Muhammad tidak lagi akan datang!” Anak-anak dan isterinya menjawab: “Sepatutnya telah terlalu awal lagi engkau menyedari, bahawa orang-orang Arab bahkan begitu juga orang-orang di luar bangsa Arab telah mengikutinya, sedangkan kamu sendiri masih tetap memusuhinya. Sepatutnya engkaulah orang yang pertama sekali membantunya!” Kepada pelayannya Abu Sufyan memerintahkan: “Cepat bawa kemari unta dan kuda!”     Setelah unta dan kuda disiapkan, Abu Sufyan bersama dengan isteri dan anak-anaknya pun berangkat, hingga akhirnya mereka sampai di Abwa’, sedangkan pasukan pertama Rasulullah SAW sudah terlebih dahulu sampai di kota itu. Maka Abu Sufyan pun menyamar kerana takut di bunuh oleh pasukan Rasulullah SAW dan hanya berjalan kaki kira-kira satu mil.     Pada waktu itu pasukan Rasulullah SAW sudah mulai datang membanjiri kota Abwa’. Maka Abu Sufyan pun menyingkir kerana merasa takut dengan sahabat-sahabat baginda. Ketika Rasulullah SAW sudah mulai kelihatan yang sedang diiringi oleh para rombongan, Abu Sufyan pun segera berdiri di hadapannya. Ketika baginda melihatnya, ia langsung memalingkan mukanya ke arah lain. Abu Sufyan pun berpindah tempat ke arah baginda memalingkan muka. Namun baginda tetap terus memalingkan mukanya ke arah yang lain pula.     Dalam hati Abu Sufyan berkata: “Sebelum aku sampai kepadanya, mungkin aku akan mati terbunuh, akan tetapi aku ingat akan kebaikan dan kasih sayangnya, justeru itulah rasa harapan masih tetap ada dalam hatiku. Dari semenjak dulu lagi aku berkeyakinan, bahawa Rasulullah berserta para sahabatnya akan sangat bergembira bila aku masuk Islam, kerana adanya tali persaudaraanku dengan baginda.”     Melihat Rasulullah SAW berpaling dari Abu Sufyan, maka kaum Muslimin pun berpaling darinya. Dia melihat putera Abu Quhafah iaitu Abu Bakar Siddik pun berpaling darinya. Abu Sufyan memandang ke arah Umar yang sedang bangkit amarahnya, dalam keadaan marah Umar berkata: “Wahai musuh Allah, kamu adalah orang yang selalu menyakiti Rasulullah SAW dan para sahabatnya! Bahkan permusuhanmu itu terhadap umat Islam telah diketahui orang baik yang berada di belahan dunia Timur mahupun Barat!”     Mendengar ungkapan dari Umar tersebut, maka Abu Sufyan berusaha untuk membela dirinya. Akan tetapi usahanya itu tidak berhasil, kerana Umar meninggikan suaranya dan Abu Sufyan merasakan pada saat itu bahawa dirinya sudah terkepung oleh hutan belukar manusia yang merasa gembira atas apa yang terjadi pada dirinya. Dalam keadaan demikian Abu Sufyan berkata: “Wahai bapa saudaraku Abbas, dulu aku pernah datang ke rumahmu serta berharap bahawa Rasulullah SAW akan merasa bergembira jika aku masuk Islam, kerana antara diriku dengan dirinya ada pertalian saudara, di samping itu kami keduanya dari kalangan keluarga terhormat. Akan tetapi kenyataan sebagaimana yang engkau saksikan sendiri wahai bapa saudaraku, mereka seakan-akan tidak mahu menerima kehadiranku! Untuk itu aku bermohon kepadamu wahai bapa saudaraku, supaya engkau berkenan mengajak Muhammad berunding mengenai diriku, sehingga ia redha terhadapku!” Bapa saudaranya menjawab: “Tidak, demi Allah, setelah aku menyaksikan semuanya ini, sepatah katapun aku tidak mahu berunding dengannya, kecuali jika ada alasan yang lebih kuat!” Abu Sufyan bertanya: “Wahai bapa saudaraku, dengan siapa lagi aku harus mengadu?”
“Pergilah kamu mengadu ke sana,” jawab bapa saudaranya.
Kemudian Abu Sufyan menemui Ali bin Abi Talib serta mengajaknya berbicara. Akan tetapi jawapan yang diberikan oleh Ali sama saja dengan jawapan bapa saudaranya Abbas. Sehingga akhirnya ia terpaksa lagi pergi kepada bapa saudaranya Abbas serta memohon kepadanya: “Aku mohon kepadamu wahai bapa saudaraku, sudilah kiranya engkau mencegah orang-orang mencaci makiku.”
Abbas bertanya: “Siapa sebenarnya orang yang mencaci makimu itu?”
Abu Sufyan menjelaskan ciri-ciri orangnya: “Dia adalah orang yang berkulit kuning langsat, tubuhnya agak pendek, gemuk dan di antara kedua matanya terdapat bekas luka.
Abbas menjawab: “Dia adalah Nu’aiman bin Haris An-Najjari.”
Maka Bapa saudaranya Abbas pun menemuinya dan berkata: “Wahai Nu’aiman, Abu Sufyan adalah anak dari bapa saudara Rasulullah SAW dan dia juga anak saudaraku sendiri, walaupun Rasulullah SAW kelihatan tidak menyukainya. Akan tetapi aku yakin, bahawa masih ada harapan baginya untuk mendapatkan keredhaan Rasulullah SAW. Oleh kerana itu aku memohon kepadamu supaya kamu berhenti dari mencaci makinya. Mendengar ungkapannya dari Abbas itu maka Nu’aiman berkata: “Baiklah, aku tidak akan mengganggunya lagi.”     Pada waktu itu Abu Sufyan sungguh merasa menderita, kerana tidak ada seorangpun yang mahu menegurnya. Walaupun demikian dia tetap berusaha, setiap kali Rasulullah SAW singgah di sebuah rumah, ia tetap berada di depan pintu rumah tersebut. Namun Rasulullah SAW tetap tidak pernah melihatnya dan memalingkan wajah dari dirinya. Walaupun dalam keadaan demikian, dia terus tetap berusaha untuk mendapatkan keredhaan dari Rasulullah SAW, sehingga akhirnya dia menyaksikan sendiri Rasulullah SAW bersama dengan pasukan kaum Muslimin lainnya menaklukkan kota Makkah.
    Abu Sufyan tetap terus berada dekat kuda yang ditunggangi oleh Rasulullah SAW sehingga akhirnya baginda singgah di Abtah. Pada saat itu Rasulullah SAW memandang Abu Sufyan dengan pandangan yang agak lembut dari sebelumnya, dan Abu Sufyan mengharapkan mudah-mudahan Rasulullah mahu senyum kepadanya.     Beberapa kaum wanita dari bani Abdul Mutalib datang menemui baginda yang diikuti oleh isteri Abu Sufyan. Setelah itu Rasulullah SAW pergi ke masjid, Abu Sufyan pun tetap setia mengikuti baginda dan tidak sedikitpun ingin berpisah dengannya.     Akhirnya Rasulullah SAW berangkat menuju Hawazin dan Abu Sufyan pun masih tetap mengikutinya. Pada waktu terjadinya peperangan melawan musuh, maka Abu Sufyan pun segera memacu kudanya dengan sebilah pedang yang terhunus, dan ia bertekad, untuk menebus dosa-dosanya selama ini, tidak ada jalan lain kecuali ia harus mati dalam memperjuangkan agama Allah. Melihat keadaan demikian, kepada Rasulullah, Abbas bapa saudara Abu Sufyan bin Haris berkata: “Wahai Rasulullah, aku bermohon supaya engkau berkenan meredhainya.”
Rasulullah SAW bersabda: “Aku telah meredhainya dan Allah pun telah berkenan mengampunkan segala kesalahannya dan segala bentuk permusuhan yang dilakukannya kepadaku selama ini.”     Mendengar ungkapan Rasulullah demikian, maka Abu Sufyan pun segera mencium kaki Rasulullah yang pada saat itu sedang menunggang kudanya. Maka pada saat itu Rasulullah SAW menoleh ke arah Abu Sufyan dan bersabda: “Engkau adalah benar-benar saudaraku!” Selepas itu Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abbas agar memerintahkan kepada seluruh pasukan perang supaya maju ke medan perang dengan kata-kata: “Majulah kamu dan binasakanlah musuh-musuh itu.”     Kerana telah mendapat perintah dari Rasulullah SAW, maka Abu Sufyan segera melaksanakan tugasnya. Cuma dengan hanya sekali serangan saja, para tentera musuh berlari kucar kacir. Mereka tidak berani membalas serangan tersebut, sehingga akhirnya Abu Sufyan berhasil mengejar mereka dan tentera musuh lari sejauh tiga mil.     Demikianlah Abu Sufyan, semenjak dia masuk ke dalam Islam, ia sentiasa taat beribadah kepada Allah SWT bahkan dalam suatu riwayat pula dikatakan, bahawa Abu Sufyah tidak pernah mengangkat kepalanya apabila ia berada di depan Rasulullah SAW. Begitu juga pada waktu ajal akan menjemputnya ia berpesan: “Jangan engkau menangisi aku, kerana semenjak aku masuk Islam, aku tidak pernah berbuat dosa.” Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, Abu Sufyan bin Haris selalu menangisi dan meratapinya dengan syairnya: Aku tidak dapat tidur dan malam pun susah berakhir
Malam bagi orang yang ditimpa bencana akan lama rasanya.
Tangisanku membuatkan aku bahagia
Sesungguhnya musibah yang menimpa kaum Muslimin itu tidaklah seberapa
Betapa besar dan beratnya cubaan ini
pada waktu mendengar berita bahawa Rasulullah sudah tiada
Bumi tempat tinggal kita inipun ikut serta menderita
sehingga terasa miring segala sudutnya.
Telah terputuslah wahyu Al-Quran dari kita
di mana dahulu malaikat Jibril selalu datang membawanya.
Dialah Nabi yang telah melenyapkan syak wasangka kita
dengan wahyu yang diturunkan kepadanya dan sabdanya
Bagindalah yang telah menunjuki kita
sehingga kita tidak perlu bimbang dan terpedaya
Rasulullah selalu siap memberikan petunjuknya kepada kita
Fatimah, jika kamu bersedih meratapinya, hal yang demikian itu dapat kami mengerti.
Akan tetapi jika engkau tidak bersedih, itulah jalan yang baik yang telah ditunjukkannya.
Makam ayahku adalah makam dari setiap makam
kerana di dalamnya bersemayam seorang Rasul
tuan bagi seluruh manusia.
 

NOVEL




CHAPTER 1:
KAMU BEDA DENGAN KAMI


"Cinta itu lucu.
Ia senantiasa memberikan rasa riang, senang,
dan bahagia pada insan yang tengah kasmaran."
(Effendy Wongso)

Hai, nama saya Fadli. Andi Fadli Rizal Pahlevi. Saya cowok Bugis tulen, tapi jablay — jarang dibelai. Hehehe, itu hanya plesetan dari kucing alias kuper-cinta, Cing! yang beda-beda tipis dengan jablay. Saya mahasiswa semester dua pada sebuah perguruan tinggi negeri jurusan ekonomi yang klop dengan hidup saya yang serba ekonomis alias bokek. Nah, itulah gambaran kecil tentang saya yang sebenarnya sedikit lebih tampan dari Justin Timberlake. Ya, saya sedikit lebih tampan dari dia, tapi dia jauh banyak lebih tampan dari saya! Saya belum pernah pacaran — makanya jablay. Tapi saya naksir seorang cewek teman satu kampus. Namanya, Kris Suryani. Heh, jangan ditanya! Dia itu perfect! Sempurna segala-galanya! Tapi sayang saya tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hati ini padanya....
***
Di kampus lagi sepi ketika saya iseng-iseng main ke kantin. Suasana di dalam kantin juga sepi. Tumben. Hanya terlihat satu-dua makhluk yang bernama manusia di sana. Selebihnya terlihat beberapa ekor makhluk berkaki empat atawa kucing. Biasanya juga satu-satunya tempat mangkal di kampus ini dipenuhi orang. Ramainya minta ampun.
"Fad...." Sepatah sapaan lembut menggugah saya dari pikiran yang mengambang. Saya toleh ke arah asal suara itu. Liar gerak bola mata bening saya menangkap sesosok makhluk manis lagi tersenyum manis, duduk santai di bangku panjang kantin.
"Eh... Kris, tumben ke sini?" sapa saya tergagap.
"Memangnya nggak boleh?"
Sejenak saya hanya mengumbar senyum padanya. Lalu bergegas saya melangkah, dan duduk di sampingnya.
"Boleh saja, Kris. Tapi...." Saya jawab sekenanya pertanyaannya dengan kalimat yang menggantung.
"Tapi apa?" Dia bertanya dengan raut wajah penasaran.
"Sungguh kamu nggak tahu?" jelas saya, menanyainya.
"He-eh." Dianggukkannya kepala keras sampai sebagian dari rambut legamnya yang sebahu menyentuh wajah saya.
"Apa kamu nggak minder ke tempat semacam ini? Bergaul, berkumpul bersama kami?"
"Apa maksudmu, Fad?!" Nanar pada bola matanya jelas memperlihatkan kemarahan.
Saya menunduk. Tidak berani menatap wajahnya. Sekilas ekor mata saya sempat menangkap bias cahaya yang terpancar dari matanya yang agak berkaca kini.
"Saya tahu apa yang ada dalam benakmu sekarang, Fadli!" tegasnya dengan nada suara getas. "Kamu khususnya, dan teman-teman umumnya, menganggap saya lain dari kalian. Benar begitu, kan?!"
Saya hanya diam, lama sekali, sampai akhirnya Kris bangkit dan berlalu begitu saja dari kantin ini.
"Kris...!" Saya menjerit parau memanggil namanya. Ada semilir penyesalan yang merayap membaluti hati atas kejadian tadi. Saya sungguh menyesal.
"Kris... tunggu... kamu belum mendengarkan penjelasan saya!" Sekali lagi saya menjerit memanggilnya. Namun dia telah hilang dari hadapan saya.
Saya merasa sangat bersalah telah menyinggung perasaannya. Sementara dalam keterpakuan saya di kantin ini, beberapa mahasiswa yang lagi sarapan di meja sebelah, juga pemilik kantin ini, memandang dengan terheran-heran. Terbengong.
Kris Suryani, begitulah nama gadis manis itu, seorang mahasiswi semester dua fakultas ekonomi, teman sekelas saya. Dia sekaligus mahasiswi teladan di kampus kami. Sebagai seorang gadis yang terbilang kaya-raya, tentulah dia dengan sendirinya telah berbeda dengan kami. Apalagi ditambah dengan otaknya yang brilian — atau kelebihan lain yang dimilikinya, jelaslah semakin menciptakan jarak perbedaan tersebut.
Dan di situlah biangnya, kami acapkali menilai dia tidak pantas bergaul dengan kami yang kere. Kami lalu sengaja menghindar, menjauhi, bahkan cenderung bersikap memusuhinya. Padahal sebenarnya dia adalah gadis yang bersahaja dan santun. Kesederhanaan selalu menyertai tindaknya, baik saat di kampus maupun saat di luar kampus.
CHAPTER 2:
KE RUMAH CINTA

"Kamu cemburu, Fad," kata Mama setelah sesaat saya ceritakan perihal Kris padanya.
"Cemburu? Hei, memangnya saya ini apanya, Ma?"
Lha, kok saya merasa kata Mama barusan....
"Nah, nah, lamunin dia lagi kan?" goda Mama.
"Ah, Mama ada-ada saja!" Saya pura-pura sewot.
"Tapi, Mama setuju kok," kata Mama lagi. "Habis, orangnya baik sih. Mana cakep lagi."
"Memang Mama pernah lihat Kris?"
Mama tersenyum. "Hm, belum sih. Tapi, Mama yakin dia pasti cantik karena kamu yang memilih...."
Saya mengibaskan Mama. "Ah, Mama! Sok tahu saja, nih!"
"Ya, sudah. Begini saja, Fad," Mama merengkuh pundak saya, dan membisiki sesuatu. "Mama kasih solusi. Sebentar malam kamu ke rumahnya saja. Minta maaf padanya, sekalian bermalam Minggu-an."
Saya membelalakkan mata. "Uh, Mama dimintai pendapat kok jawabnya yang nggak-nggak, sih?!"
Saya beranjak dari ruang makan dengan langkah gegas, meninggalkan Mama yang cekikikan kayak kuntilanak sehabis mempermainkan putranya. Ngasih saran kok yang....
Tapi, hei... solusi Mama boleh juga. Bukankah saya telah menyakiti hati gadis itu di kantin siang tadi? Mungkin Mama benar kalau seharusnya saya memang patut minta maaf dan bermalam Minggu....
What?! Bermalam Minggu?! Hei, saya kan bukan pacarnya? Punya hak apa saya bermalam Minggu dengan Kris Suryani yang berwajah secantik bidadari itu? Tidak, ah! Nanti saya dibilangin 'pungguk merindukan bulan' lagi! Tapi... kalau tidak minta maaf, bagaimana saya dapat menebus kesalahan saya padanya?
Tapi sudahlah. Lebih baik saya menuruti solusi 'spektakuler' yang disarankan Mama. Bagaimana tidak, setelah sekian lama tadi terombang-ambing dalam arus penyesalan, tiba-tiba Mama membuka jalan buntu di benak saya. Ah, sungguh beruntung hidup saya karena punya Mama gaul nan bijak.
Saya menghentikan langkah di bawah bingkai pintu ruang makan, membalikbadan dan bertanya. "Mama kok tahu Si Kris?"
"O, itu?" bibir Mama mengoval. Mengeja 'O' tadi dengan nada tengil.
"He-eh," gumam saya perlahan, hampir-hampir tidak jelas di telinga saya sendiri.
"Tentu saja Mama tahu, Anak Manis." Sekali lagi Mama mengedipkan matanya. "Kris kan, putrinya Pak Rukmana Tedjakusuma, atasan Papamu di kantor."
"O, pantas Mama tahu." Giliran bibir saya yang mengoval.
"Ya, tahu dong!" Mama mengangkat dagunya pongah. "Kan kamu juga yang sering cerita? Heh, lupa ya?"
"Iya, iya. Mama sok tahu, deh," rutuk saya mencibir, menutupi kekikukan akibat ledekan Mama.
"Eh, Fad, jangan lupa ya, sebentar malam pakai parfum yang paling wangi. Bajunya yang paling bagus dan rapi, ya?" teriak Mama ketika langkah saya sudah terseret sampai di bawah bingkai pintu kamar. "Fad, kalau perlu Mama bantu setrikain baju kamu, ya?"
Sedetik saya hentikan langkah. Namun pada detik berikutnya saya melanjutkan langkah, dan pura-pura tidak mendengarkan gurauan Mama tadi. Terus saja masuk dalam kamar, dan menguncinya dari dalam. Di belakang daun pintu kamar, saya menengadah. Tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Mama memang masih kolokan. Hei, barangkali pingin cepat menimang cucu!


CHAPTER 3:
KENCAN

"Astaga!"
Saya bergumam kaget. Jam dinding yang tergantung di dinding kiri kamar saya telah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Sialan! Kenapa saya bisa sampai ketiduran begini? Mana belum mandi dan belum makan lagi!" gerutu saya.
Tergesa saya sambar handuk yang tergantung di cantelan belakang pintu kamar. Tanpa berbasa-basi lagi seperti biasa, bersiul dan bernyanyi-nyanyi kecil, saya langsung saja 'bar-bur-bar-bur'.
Beberapa menit kemudian, mandi dan dandan kilat selesailah sudah.
"Pa, Mama ke mana sih?" tanya saya pada Papa yang sedang duduk santai membaca koran di ruang tamu.
"Kan sedang arisan sama ibu-ibu karyawan kantor." Papa menjawab tanpa mengangkat mukanya. Kepalanya masih tenggelam di antara lebar lembar kertas koran.
Ah, pantas saja saya nggak dibangunin, habis Mama lagi pergi sih! Saya jangkau helm yang terletak di bawah meja ruang tamu.
"Pa, saya pakai sepeda motor, ya?" pinta saya.
"He-eh." Sekali lagi Papa menjawab tanpa mengangkat muka.
Bagai dikejar genderuwo, saya sambar juga kunci kontak sepeda motor yang terletak di samping rokok Papa. Dengan setengah berlari, saya keluar dari pekarangan. Menuju ke tempat biasa, dimana sepeda motor itu terparkir.
"Fad, Fadli... hati-hati, ya?" Papa masih sempat menasehati saya ketika sepeda motor tua ini saya hidupkan. Tapi kalinya ini kepalanya sudah nongol menengok ke arah saya.
Belum lagi saya keluar dari pekarangan rumah, Papa sudah teriak-teriak lagi.
"Eh, Fad! Kamu kan belum makan?"
Saya tancap gas dalam-dalam seraya berteriak. "Sebentar saja makannya, Pa! Dadah!"
Sekilas saya lihat Papa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras. Selebihnya sepeda motor tua ini meraung-raung persis bebek yang lagi keinjak.
Dan karena mesinnya yang sudah payah, asap yang keluar dari knalpotnya persis dry-ice yang biasa dipakai dalam ngilustrasi asap atau halimun dalam show di panggung atau televisi. Tapi sayangnya dry-ice yang dihasilkan knlpot sepeda motor tua saya ini lain daripada yang lain. Kalau yang biasa kita lihat adalah putih-bersih, nah kalau sepeda motor tua saya ini dry-ice-nya hitam-legam. Tapi peduli amat, saya mesti buruan. Masa sih berkencan di rumah cewek jam dua belas malam, ih amit-amit jabang baby, deh! Bukan kenapa, mungkin sehabis kencan muka ini bisa bentol-benjol kena timpuk bogem mentah babenya! pikir saya geli.
Lha, sejak kapan saya kencan dengan Kris? Sejak kapan saya pacaran sama cewek manis itu? Sejak kapan saya merasa inilah first date....
Ah, ah! Saya kok jadi linglung dan bingung sendiri?! Ups! Ini juga karena Mama! Ini karena Mama ngebet pingin menimang cucu. Bah!
Sementara saya terombang dalam arus pikiran sendiri, saya mengerem sepeda motor ini mendadak. Traffic-light sedang menyala merah.
Uh, sial!
Bisa-bisa saya kemalaman baru dapat sampai ke rumah doi! umpat saya kesal. Dan, huh! Semua mata yang berseliweran di pinggir jalan telah terlanjur menatap saya yang tengah duduk gelisah di atas sepeda motor butut ini!
Seperti terhipnotis oleh sebuah sulap!
Aduh, mamamia! Malunya hati ini. Ini juga gara-gara ban sepeda motor yang sudah botak-plontos persis donat. Hasilnya ya, itu. Kalau ada pengereman mendadak, bunyinya nyaring seperti suara tikus yang kejepit perangkap jepit.
Saya pura-pura cuek. Memandang lurus ke depan. Beberapa orang di pinggir trotoar berbisik-bisik menanggapi sepeda motor butut saya ini. Mungkin mereka heran karena sepeda motor serongsok ini masih dapat diajak kompromi. Padahal seharusnya sudah dikiloin pada pemulung besi tua!
Saya masih ngedumel pada lampu yang belum berubah warna, ketika mendadak pendengaran saya menangkap jelas suara serupa bisik-bisik. Seorang ibu gembrot dengan anak gadisnya.
"Motor itu mungkin BBM-nya dari minyak tanah, ya? Kok asapnya rame banget!"
Saya tersinggung. Hendak mempelototi ibu gembrot tadi, tapi keburu lampu hijau sudah menyala. Saya segera tancap gas dalam-dalam, dan melaju dengan cepat lagi.
Huh! Enak saja dia bilang sepeda motor saya ini pakai BBM minyak tanah. Kalau tadi masih lama di sana, pasti deh si Gembrot itu bilang minyak pelumasnya bukan dari oli, tapi minyak kelapa! maki saya kesal.
***


CHAPTER 4:
GETAR CINTA

Tiba di kompleks perumahan mewah Panakkukang Mas, saya memperlambat laju sepeda motor ini. Mencari rumah Kris. Beberapa kali saya berputar-putar sekitar kompleks, sampai hampir berputus asa. Sebelumnya memang saya tidak pernah ke rumah Kris. Informasi yang saya dapat mengenai alamat rumah Kris misalnya, atau hal-hal yang berbau privacy, saya dapat dari Shinta, sahabat karibnya sekaligus sahabat saya sewaktu di SMA. Tentu saja tidak mudah mengorek keterangan dari gadis bertitel matre itu. Ada imbal balas jasa yang mesti saya penuhi agar data valid Kris dapat saya akses dengan mulus. Semangkuk bakso dan teh botol di kantin kampus akhirnya jadi pilihan yang mau tidak mau harus saya sodorkan sebagai imbal barter. Cingcailah!
Kita lanjut ke alur terkini.
Akhirnya saya temukan juga rumah yang saya tuju. Di atas bingkai pintu rumah yang bercat putih-bersih itu, terpampang sebuah papan nama yang bertuliskan nama 'Ir. Rukmana Tedjakusuma'.
Pasti ini! Tidak salah lagi!
Heh, bukan apa-apa sebenarnya. Saya sudah banyak terkibul oleh titel yang melekat di depan nama seseorang. Sewaktu mencari dosen saya suatu saat dulu, saya pernah terkecoh oleh titel serupa. Waktu itu saya mencari nama dosen saya yang bernama Ir. Rustam Amirullah. Namun entah, saya salah masuk gang, dan jauh dari kompleks dosen Tamalanrea — alamat yang saya tuju. Saya menemukan nama serupa nama dosen saya. Ir. Rustam, B.Sc. di kompleks yang salah saya sasari. Ketika saya dengan pedenya masuk ke rumah separo gubuk itu, barulah saya tersadar kalau titel yang melekat di depan dan belakang nama 'Rustam' itu bukan titel gelar disiplin ilmu. Tapi Ir. yang merupakan singkatan 'Ini rumah' dan B.Sc. yang merupakan singkatan 'Bekas Supir camat'!
Pufh! Asal!
"Hehehe... nggak salah kan, Dik!" tuturnya enteng ketika saya pangling. "Saya memang bekas supir camat! Dan, ini memang rumah saya!"
Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari2.jpgIya, iya. Tapi sekalian saja Bapak pakai gelar MBA! Married by Accident! gerutuku ketika itu — tapi tentu saja dalam hati. Habis, sudah nyasar eh ketemu pula orang gokil begitu!
Kita lanjut ke alur terkini.
Ini rumah Ir. Rukmana Tedjakusuma. Insinyur beneran ayahnya Kris Suryani. Dan saya telah memasuki pekarangan rumahnya dengan dada yang berdebar. Tentu saja setelah memarkir si Butut sepeda motor bebek tua saya jauh-jauh dari pekarangan rumah bagus ini! Sori, bukan karena saya tidak menghargai jasa-jasa si Butut dari zaman baheula sampai sekarang — jelek-jelek begitu si Butut adalah veteran Perang Dunia Pertama, maksudnya motor bebek keluaran pertama! Bukan. Tapi sungguh dia tidak sebanding dengan gemerlap yang dipancarkan oleh rumah mewah ini yang tengah terparkir sebuah BMW keluaran terbaru. Sebenarnya si Butut juga itu dulunya BMW. Hihihi... Bebek Merah Warnanya sebelum ganti warna cat menjadi hijau!
Dan sekarang saya sudah di depan pintu rumahnya. Mematung dengan tangan kanan yang masih tergantung di udara dalam gaya hendak mengetuk. Waktu di pergelangan tangan kiri saya telah menunjukkan pukul delapan lebih limabelas menit. Saya kemalaman. Ini bukan kesan pertama yang baik. Ini bukan tanggapan yang baik dari kedua bokap-nyokapnya nanti. Tapi saya sudah berdiri di sini! Masakah saya harus mundur pulang?! Heh, jangan-jangan bila saya mundur pulang kesempatan untuk bertemu secara personal dengan dia tidak pernah akan datang lagi seumur hidup saya?!
Ups! Saya gamang! Ini pilihan tersulit dalam seumur hidup saya!
***
CHAPTER 5:
DI RUMAH CINTA

Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari.jpgSaya masih berdiri terpaku. Saya ragu, jangan-jangan kehadiran saya dianggap mengganggu mereka. Hei, ini kan malam Minggu? Barangkali saya Kris lagi diapelin oleh cowok lain. Habis, mobil BMW yang terparkir di halaman rumah itu punya siapa? Mungkin pacarnya Si Kris. Kalau mobil Bokap-Nyokap dia kan pasti sudah masuk garasi. Sepertinya mobil si Jangkung....
Hm, itu memang mobil gebetan Kris....
Saya hela napas kuat-kuat untuk menghimpun keberanian. Huh, peduli amat Kris diapelin oleh siapa, selama 'janur kuning' belum berkibar, boleh dong saya berusaha menggaet hatinya? Semua manusia kan sama status dan derajatnya di mata Tuhan. Jadi, saya yang kere ini jangan mau kalah dengan anak konglomerat!
Mata saya menjangkau beberapa anyelir juga anggrek yang tertata rapi di depan serambi. Ada sebuah kolam kecil di tengah-tengah taman yang ditata apik ketika saya alihkan edaran mata saya ke tempat lain. Di tengah kolam itu sendiri terdapat sebuah pancuran air yang berbentuk patung putri duyung. Indah sekali. Segalanya tampak asri dan natural. Hm, siapapun yang merancang semua itu pastilah memiliki sentuhan rasa seni yang tinggi. Atau paling tidak, yang merancang semua itu pastilah salah satu arsitek terkemuka. Suatu saat saya pingin punya rumah dan taman seperti itu! pikir saya ngelantur. Heh, tentu saja kalau saya sudah jadi kaya!
Tok-tok-tok!
Tanpa sadar saya mengetuk pintu tiga kali!
Oups!
Sungguh, saya tidak benar-benar mau melakukan itu. Tapi entah kekuatan gaib dari mana yang menggerakkan tangan kanan saya hingga mendarat di daun pintu dari bahan kayu jati bagus tersebut.
Saya dengar ada langkah sandal yang terseret. Terlambat untuk menyesali tindakan saya itu. Namun saya jadi sedikit lega. Pasrah saja. Saya siap menanggung segala kekecewaan bila ternyata Si Kris memang lagi kencan sama seseorang — yang dalam pikiran saya tentu saja lebih baik segala-galanya dari saya.
"Cari siapa ya, Kak?" sapa kecil khas bocah melantun begitu daun pintu terkuak.
Saya masih nervous. "Eh, uh, bisa ketemu dengan Kris?"
"Oh, Mbak Kris? Mbak Kris-nya ada di dalam tuh!" ujarnya dengan mimik lucu. Bola matanya hitam bening, persis punya Kris. Rambutnya dikepang dua berpita pink.
"Boleh saya...." Kalimat saya terputus ketika sesosok yang sudah tidak asing lagi di mata saya keluar dari ruang dalam.
"Tika, yang datang siapa?" tanyanya pada gadis kecil yang dipanggil Tika tadi. "Suruh masuk dulu, deh."
Sedetik kemudian mata kami sudah bertumbukan. Mendadak tubuh saya seakan mengejang. Sungguh, saya terpana melihat sosok lampai yang terbungkus dalam gaun katun hitam-hitam itu. Tampak anggun sekali.
"Eh, Fadli...." sapa Kris dengan roman muka yang jelas menggambarkan keheranannya. Senyumnya tersungging secara spontan tanpa dibuat-buat.
"Ma-malam, Kris...."
"Eh, kok berdiri saja kayak patung?" celotehnya bergurau. "Mari masuk, duduk deh."
Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari2.jpgSaya masuk dalam langkah hati-hati. Dada saya masih menggemuruh. Asli dia cantik sekali malam ini!
"Mimpi apa saya semalam kamu datang malam ini?" sambungnya lagi, masih dihiasi senyum manis.
"Eh, uh, ng-nggak mimpi apa-apa...."
Oups! Saya ngelantur. Linglung. Tapi cepat-cepat saya bilang, "Eh, sori ya, Kris. Mungkin saya mengganggu kamu dengan kedatangan saya yang tanpa permisi ini."
"Oh, nggak-nggak! Justru saya senang, karena kamu bisa temenin saya. Soalnya Papi-Mami lagi ke kondangan," akunya ceria.
Saya terdiam dan tertunduk. Kembali mata saya hanya dapat bergerak bebas memandang seisi ruangan rumah Kris. Di dinding tergantung lukisan besar berbingkai emas sepasang suami-istri, yang pasti adalah Papi-Mami Kris. Juga di dinding-dinding sebelahnya tergantung lukisan reproduksi Monalisa karya Leonarda da Vinci, lukisan-lukisan para pelukis abad mediterania semacam Rembrandt, dan sebuah lukisan potret diri Van Gogh. Di samping sisi dinding kiri-kanan terletak dua-tiga guci besar. Entah asli, entah palsu. Yang pasti guci tersebut bergraver naga atau ular. Sangat indah. Keramik dan patung-patung porselin lain tersusun rapi di atas dan di dalam sebuah lemari kayu besar. Semuanya antik dan kuno. Keluarga Kris rupanya peminat dan pemerhati barang-barang yang bernilai seni. Paling tidak, mereka punya citarasa seni yang jempolan. Itu telah menunjukkan dari kalangan mana mereka berada.
***


CHAPTER 6:
JANGAN BEDAKAN AKU

Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari.jpgSaya masih duduk seperti patung di sofa rumah Kris Suryani.
"Eh, Fad. Sori ya, mengenai kejadian siang tadi. Soalnya saya terlalu emosional sih!" Kris membuyarkan lamunan saya dengan permohonan maafnya.
"Justru, sayalah yang seharusnya minta maaf sama kamu, Kris!" sergah saya dengan nada bersalah. Saya jadi malu sendiri bila mengingat kejadian tadi siang di kantin kampus.
Sejenak Kris mengalihkan pembicaraan kami dengan memanggil Tika, adiknya.
"Tika, suruh Bik Sumi buatkan dua gelas minuman, ya? Eh, Fad, kamu mau minum apa?"
Saya risih. "Nggak usah, Kris...."
"Nggak apa-apa lagi." Kris tersenyum. "Masa sih tamunya dibiarkan kering."
"Apa saja, deh."
Kris mengaba pada Tika yang bersender di bahunya. "Kalau begitu, teh saja ya? Tik, bilangin ke Bik Sumi, seduhin dua gelas teh untuk Mbak, ya?"
Tika mengangguk lantas berlari ke ruang dalam.
Beberapa detik kami kembali membisu.
"Kris, mengenai kejadian siang...." Kris mengibaskan tangannya, sontak membungkam kalimat saya yang belum rampung.
"Sstt... sudahlah, Fad!" sahutnya sembari menempelkan jari telunjuk di bibir tipisnya. "Lupakanlah kejadian siang tadi, oke?"
Saya mengangguk. Lalu menunduk lagi. Saya hanya melirik sekilas ke arahnya.
Kris nampak menghela napas panjang.
"Fad, saya sadar, sebagai seorang gadis yang tumbuh di dalam keluarga yang berada, tentulah saya nggak terlepas dari segala kemewahan dan kemudahan fasilitas yang diberikan oleh orangtua saya." Kris mengungkap serupa curhat. Dan dia jeda tiga detik menelan ludahnya.
Saya turut menelan ludah.
Tiba-tiba ada rasa iba yang mengajuk hati saya di dalam sesal yang berkepanjangan.
Pembedaan yang telah kami ciptakan ternyata sangat menyiksanya.
Kami memang telah berdosa padanya!
Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari2.jpg"Itu nggak dapat saya pungkiri. Itulah kenyataan yang harus saya terima. Heh, sebenarnya bukan kenyataan ya? Tapi anugerah! Itu adalah anugerah yang bagi kebanyakan orang dinilai sebagai sesuatu hal yang menyenangkan. Mau ini, ada. Mau itu, tersedia. Wah, pokoknya glamor!" ungkapnya melanjutkan dengan wajah serius.
Saya masih takzim menyimak. Hanya sesekali melirik mimiknya yang agak mengguratkan kesedihan.
"Tapi saya sadar, semua materi itu hanyalah bersifat sementara. Nggak langgeng dan abadi. Yang pasti, nggak menjamin seseorang bisa berbahagia. Semua harta-benda itu adalah milik orangtua saya, yang didapat dari usaha dan kerja keras. Itu adalah rezeki kami dari Allah, Fad. Kapan saja materi itu dapat hilang jika Allah menghendaki-Nya. Jadi, kekayaan itu bagi saya merupakan anugerah yang, tentu saja patut kami syukuri. Bukannya malah sebaliknya. Menjadi media status dan strata pembeda manusia dengan manusia lainnya. Jadi, kami menyikapi keadaan mapan keluarga kami ini dengan biasa-biasa saja. Justru saya heran, kalianlah yang membedakan kami...."
Saya tercenung mendengarkan penjelasan Kris.
"Nah, jadi sekarang saya mohon, tolong kalian jangan membedakan saya lagi," pinta Kris penuh harap. "Karena pada prinsipnya, sesungguhnya sejak saya lahir dari rahim Mami atau bahkan kelak terkubur dalam tanah, saya nggak membawa bekal apa-apa selain amal kebajikan!"
Saya terpukau, dan sama sekali jauh dari prasangka saya yang dulu sehingga menciptakan jarak dengan gadis kaya tersebut.
***




CHAPTER 7:
KETIKA BAYANG CINTA MENARI

Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari.jpgSaya masih duduk tepekur di sofa rumah Kris.
Kalimat-kalimatnya barusan menohok dada saya dalam ketersimaan. Dia memang bukan gadis biasa. Dia adalah segelintir di antara gadis biasa. Mungkin, mungkin dalam hidup saya tak akan pernah saya jumpai lagi gadis semenawan Kris. Dia memang gadis yang berpekerti baik!
"Saya simpatik...."
Oups! Nyaris saya tampar pipi saya sendiri. Saya kelepasan ngomong.
"Ada apa, Fad?" Kris sempat dengar. Dia bertanya.
Wajah saya memerah. "Oh, nggak apa-apa kok, Kris!" dusta saya.
"Oya, tadi sore saya telah bicara baik-baik dengan Papi-Mami. Mulai Senin besok, saya nggak mau diantar-jemput lagi sama Mas Agus. Saya akan pergi ke kampus sendiri. Pulang juga. Hm, enakan naik angkot ya? Sepertinya, nggak usah ngerepotin siapa-siapa. Lagian, kasihan Mas Agus-nya. Selain ngerepotin karena sudah menyita banyak waktunya, dia juga bakal susah dapat cewek. Kalau terus-terusan saya nebeng dia, jangan-jangan saya malah dianggap pacar Mas Agus. Cewek-cewek pada mundur kalau mau naksir dia. Padahal, saya kan sepupunya doang! Bukan pacarnya!" Kris tertawa. Matanya mendelik lucu.
"Ja-jadi... si Jangkung itu?!" Saya terlonjak kaget.
"Namanya, Agus Prawiranegara. Dia kakak misan saya, Fadli." Kris menjelaskan. "Jadi, bukan pacar saya. Hehehe. Kamu terkecoh juga, kan?"
"Oh, kirain. Mumpung...."
Kris mengernyitkan alisnya. "Mumpung apa, Fad?"
"Eh, uh, ng-nggak ada apa-apa, Kris!" Penyakit gumamam tanpa sadar saya kumat lagi! Rasa-rasanya saya ingin menampar pipi saya dengan sungguh-sungguh. "Oh, jadi si Jang... eh, Si Agus itu adalah kakak misan kamu, ya?"
"He-eh," angguk Kris mengiyakan. "Memangnya kenapa?"
Entah, hati saya jadi kacau tidak menentu. Jantung saya berdegup bagai beduk yang ditabuh bertalu-talu.
"Ka-kalau begitu... sa-saya masih...."
Saya tergagap. Antara bingung dan bego!
"Yang kalem dong bicaranya, Fad. Jangan gugup begitu. Hei, kamu nggak sedang dikejar utang, kan?" Kris mengurai kalimat gurau.
"Kris, sa-saya suka sama kamu!"
Bruukk!
Astaga!
Saya merasa seperti ada yang melompat keluar dari balik dada saya!
Entah kekuatan gaib dari mana yang mendorong bibir saya menggetarkan kalimat tadi! Rasanya saya lebih memilih mati di tempat saat ini juga! Ya, saat ini juga!
Kris menundukkan kepalanya. Dia terdiam lama. Lama sekali. Saya sekarang tidak berani memandang wajahnya meski hanya dalam satu lirikan!
Saya malu! Tidak pantas saya yang miskin ini mengucapkan kalimat suka itu padanya! Tidak pantas! Dia terlalu sempurna bagi saya. Terlalu sempurna!
Saya beranjak. Segera. Selekas mungkin. Saya memang tidak pantas berada di hadapannya kini! Sungguh, sungguh saya terlalu lancang mengungkapkan perasaan cinta padanya! Sungguh....
"Kris, maafkan saya! Saya terlalu lancang! Nggak pantas saya ucapkan kalimat itu tadi pada kamu!" tutur saya lunglai, melangkah keluar dengan persendian serasa ngilu.
Description: http://www.cafenovel.com/banner/ilustrasi_ketikabayangcintamenari2.jpgSaya malu!
Saya beranjak meninggalkan rumah Kris.
Namun langkah saya terhenti pada tindak ketiga di serambi rumahnya kala dia menerobos keluar dari bingkai pintu.
"Saya juga cinta kamu, Fadli!" teriaknya. Berjalan mendekat ke arah saya.
Bruukk!
Kali ini ada yang menggemuruh di balik dada saya, dan sesaat kemudian saya serasa terbang tak menginjak tanah! Saya tidak percaya dengan pendengaran saya sendiri. Jiwa saya sudah mengambang ke awan-awan nan putih di langit. Terus melanglang di antara kumpulan gemintang yang tengah bersinar indah!
"Sungguhkah itu, Kris?!"
"He-eh." Angguk Kris yakin. "Sedari dulu, saya memang suka kamu, Fadli! Tapi, selalu ada jarak yang kamu ciptakan setiap saya hendak pedekate. Saya sempat kecewa, dan patah hati!"
Spontan saya rengkuh tubuh lampai itu ke dalam pelukan. Gadis itu tersenyum bahagia, merebahkan kepalanya di bahu saya.
Dalam suasana mesra, tiba-tiba kami dikejutkan oleh celoteh gadis kecil Tika, yang saat itu keluar mengantar minuman bersama Bik Sumi.
"Iiiih... Mbak Kris pacaran, Mbak Kris pacaran...." Tika melonjat kegirangan sambil bertepuk-tepuk tangan.
Tergesa kami melepaskan pelukan dengan rona wajah memerah. Dan pada detik berikutnya, tawa kami pun berderai. ©

TAMAT